Poster diskusi MAP Corner Klub MKP UGM film dan ideologi politik – 03 oktober 2017
Sejak pertengahan bulan September 2017, film yang disutradarai oleh Arifin C. Noer tentang peristiwa 30 September kembali menjadi perbincangan hangat. Anjuran Jenderal TNI AD Gatot Nurmantyo menjadi pemicunya. Bagai gayung bersambut, berbagai organisasi dan stasiun TV turut memutar film tersebut. Namun tidak sedikit yang menentang pemutaran film itu kembali. Di tengah polemik, Presiden Joko Widodo mengusulkan untuk membuat film sejarah 65 itu dalam versi “milenial”.
Industri film sekarang telah meningkat pesat dan menjadi salah satu ladang untuk meraup pundi-pundi uang. Di sisi yang lain film sebagai karya seni memang bisa menjadi bagian dari tujuan politis pembuatnya. Film seringkali digunakan oleh penguasa untuk menguatkan hegemoni mereka. Namun ruang demokrasi yang cukup terbuka memungkinkan para pembuat film alternatif untuk menawarkan wacana baru. Walaupun dalam beberapa kasus, pemutaran film alternatif tersebut mendapatkan resistensi.
Apa yang membuat pemutaran film G30/S sekarang menjadi polemik? Bagaimana film digunakan untuk tujuan politik? Apakah dalam sejarah Indonesia, film kerap digunakan sebagai alat ideologis negara? Kondisi seperti apa yang memungkinkan film dijadikan komoditas politik? Bagaimana kontestasi ideologis dalam perfilman Indonesia saat ini? Apa implikasinya? Dan bagaimana perkembangan film-film alternatif di Indonesia sekarang?
Mari mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan di atas dalam diskusi MAP Corner-Klub MKP 03 Oktober 2017 pukul 15.00 wib dengan tema “Film dan Idiologi Politik”. Diskusi tersebut akan dipantik oleh: Tri Guntur (Penulis buku Kuasa, Stigma, dan Represi Ingatan ) dan Suluh Pamuji (Kurator & Koordinator Progam “Klub DIY Menonton).