MAP Corner-Klub MKP 02 Mei 2017
Proses Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 telah usai. Pasangan Anies-Sandi ditetapkan sebagai pemenang ajang kontestasi politik tersebut setelah melewati Pilkada putaran kedua pada 19 April 2017. Berakhirnya Pilkada DKI Jakarta masih menyisakan catatan-catatan kelam. Proses kampanye pemenangan Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 ini merupakan salah satu kasus kampanye paling brutal dalam sejarah perpolitikan Indonesia. Kubu Anies-Sandi membangun politik identitas sentimen ras dan agama untuk meraih dukungan konstituen. Kubu Ahok-Djarot juga memainkan isu identitas, terkait isu “kebhinekaan” sebagai tameng dan serangan balik terhadap lawan politiknya.
Diskursus dan wacana tentang politik identitas hampir selalu memenuhi pembicaraan di ruang publik dalam konteks ajang pesta demokrasi di DKI Jakarta ini. Keadaan itu kemudian menyingkirkan diskursus dan perdebatan yang sebenarnya cukup penting yaitu tentang permasalahan kelas sosial dan idiologi politik. Tidak ada diskusi kritis yang memperbincangkan tentang program-program, idiologi, track record, atau posisi keberpihakan para calon tentang hendak dibawa kemana Jakartan nantinya.
Apa yang mendasari mengemukanya politik identitas sebagai diskursus utama dalam ajang kampanye politik di Pilkada DKI Jakarta 2017? Apakah kampanye politik identitas bermotif SARA ini yang telah mampu memenangkan pasangan Anies-Sandi? Bagaimana politik kaum miskin, kelas menengah, dan kelas atas dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 tersebut? Apa implikasi yang terjadi dari adanya mobilisasi politik berbasis kebencian SARA dan politik identitas di DKI Jakarta itu? Apa yang membuat diskursus dan perdebatan tentang analisa kelas sosial dan idiologi tersingkirkan dalam pesta demokrasi di DKI Jakarta? Bagaimana langkah untuk menghadirkan diskursus tentang kelas sosial?