Poster – Ketimpangan Ekonomi dan UU Keistimewaan DI Yogyakarta – 24 Oktober 2017
Sultan Hamengku Buwono X telah resmi dilantik kembali sebagai gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 10 Oktober 2017. Pelantikan Sultan HB X pada periode kepemimpinan tahun 2017-2022 merupakan amanat Undang-Undang Keistimewaan (UUK) yang dipeoleh DIY. Di mana pada pasal 18 C UUK menyatakan bahwa posisi Gubernur DIY dijabat oleh Sultan Hamengku Buwono dan Wakil Gubernur dijabat Adipati Paku Alaman. Setelah dilantik, tantangan besar terhampar luas di DIY, seperti tentang masalah kemiskinan, konflik agraria, ketata ruangan, dan ketidak merataan ekonomi.
Tingginya angka ketimpangan (rasio gini) masih menjadi tantangan terbesar bagi pemerintahan DIY ke depan. Selama tiga tahun terakhir, angka ketimpangan DIY selalu menduduki peringkat teratas di Indonesia. Per Maret 2017, rasio ketimpangan DIY berada pada angka 0,43 (BPS, 2017). Angka tersebut melebihi rasio ketimpangan nasional yang hanya 0,39. Kondisi ini cukup memperihatinkan, melihat dana keistimewaan (danais) yang dimiliki DIY sebesar 853,90 M pada tahun anggaran 2017. Pada kondisi yang bersamaan, justru Sultan HB X didapuk menjadi 1 dari 150 orang terkaya di Indonesia menurut majalah Globe.
Apa yang mendasari Yogyakarta menjadi provinsi dengan ketimpagan tertinggi di Indonesia? Bagaimana Kebijakan Pemerintah Yogyakarta mengatasi ketimpangan tersebut? Apakah Undang-Undang Keistimewaan (UUK) mampu menjadi instrumen untuk mengatasi masalah ketimpangan atau justru yang menjadi penyebab tingginya ketimpangan ? Apa implikasi UUK DIY bagi kondisi sosio-ekonomi masyarakat Yogyakarta?