MAP Corner 14 Februari (jpg) – Copy
Isu pertambangan terutama mengenai ekspansi pabrik semen semakin hangat akhir-akhir ini. Salah satunya terkait dengan rencana pendirian pabrik PT Semen Indonesia di Rembang, Jawa Tengah. Pro kontra yang terus mengemuka, berbuntut aksi pembakaran tenda dan Mushola perjuangan pada Jum’at, 10 Februari 2017 yang dilakukan oleh sejumlah orang. Sebelumnya masyarakat kontra melakukan penyegelan terhadap pabrik PT Semen Indonesia di Rembang. Itu karena mereka menilai pemerintah tidak mematuhi putusan Peninjauan Kembali Makahmah Agung dengan nomor 99 PK/TUN/2016 yang menyatakan batal Surat Keputusan Gubernur Jateng tentang Izin Lingkungan PT. Semen Gresik (kemudian berganti nama menjadi PT SI).
Terlepas soal penolakan yang terjadi, munculnya kebijakan yang memberikan izin pertambangan menurut pemerintah sebagai kehendak baik mereka untuk mengatasi permasalahan kemiskinan, pengangguran, dan menciptakan kesejahteraan. Diskursus dan wacana kesejahteraan itu hampir selalu beriringan dengan upaya ekspansi pembangunan. Diskursus dan wacana yang dibangun oleh Pemerintah dengan Kekuatan Bisnis adalah bahwa adanya pembangunan pabrik semen akan dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan PAD, mengatasi kemiskinan, dan menciptakan trickle down effect yang berujung pada kesejahteraan. Namun argumen ini juga yang menjadi dasar munculnya mitos “Tambang Untuk Kesejahteraan” sebagaimana yang diteliti dan diulas oleh Hendra Tri dalam bukunya.
Benarkah adanya pertambangan berkorelasi dengan terciptanya kesejahteraan masyarakat, seperti dalam kasus ekspansi pabrik semen di Rembang? Siapa yang diuntungkan dari pembangunan pabrik semen di Rembang itu? Atau apakah janji kesejahteraan yang terlontar selama ini hanyalah mitos semata? Regim apa yang menopang diskursus dan wacana kesejahteraan itu dalam setiap ekspansi pertambangan? Bagaimana gerakan rakyat merespon diskursus dan wacana kesejahteraan tersebut?
Mari kita diskusikan pertanyaan-pertanyaan di atas dalam diskusi publik MAP Corner-klub MKP UGM pada Selasa, 14 Februari 2016 pukul 15.00 WIB. Dengan pemantik diskusi, yaitu:
1) Hentra Tri Ardianto (FNKSDA & Penulis Buku “Mitos Tambang Untuk Kesejahteraan”)
2) Rikardo Simarmata (Dosen Hukum Agraria & Adat UGM)