MAP Corner 7 Maret (jpg) – Copy
Pada 8 Maret 2017, tepat 107 tahun hari perempuan internasional (International Women’s Day) diperingati oleh perempuan-perempuan di berbagai belahan dunia. International Women’s Day merupakan kisah perjuangan perempuan beradab-abad lamanya untuk dapat mengambil bagian dalam tatanan masyarakat setelah begitu lama terbelenggu secara politik dan sosial budaya. Tentu saja momentum ini merupakan buah perjuangan yang dilakukan oleh para perempuan terutama dari kalangan kelas bawah, karena mereka pada posisi tersubordinat dalam relasi tersebut.
Sudah 107 tahun perjuangan dari buruh perempuan diperingati, namun hingga kini masih banyak perempuan yang mengalami berbagai tindakan diskriminasi baik di rumah, tempat kerja, di masyarakat, dan dalam kehidupan berdemokrasi. Hal ini terutama dirasakan oleh buruh perempuan di kapitalisme pinggiran seperti Indonesia. Seperti realita yang dihadapi oleh buruh perempuan di PT. Laksmi Garment yang berada di Jl. Tole Iskandar, Kelurahan Sukamaju-Cilodong, dimana perusahaan garmen tersebut mempekerjakan buruhnya nyaris seharian atau sekitar 22 jam dalam sehari tanpa dihitung lembur (Jawa Post. 20 Februari 2017). Mekanisme pasar kerja fleksibel turut memberi ketidakpastian kerja pada para buruh. Belum lagi buruh perempuan yang bekerja di sektor informal seperti buruh harian lepas, buruh cuci atau loundry, buruh tani, ataupun buruh informal di industri batik rumahan. Apa yang membedakan relasi kerja di kapitalisme pusat dengan kapitalisme pinggiran? Bagaimana kondisi buruh perempuan disektor formal dan informal di kapitalisme pinggiran seperti Indonesia ini? Siapa yang diuntungkan dari proses pendiskriminasian dan subordinasi terhadap perempuan? Bagaimana strategi perjuangan yang dilakukan oleh buruh perempuan? Dan apa implikasinya?
Mari ikuti diskusi MAP Corner-Klub MKP UGM pada Selasa, 07 Maret 2017 pukul 15.00 WIB dengan tema “Buruh Perempuan di Kapitalisme Pinggiran”. Pemantik dalam diskusi tersebut adalah
1. Karina Rima Melati (Peneliti Perburuhan dan Dosen AKINDO)
2. Darwanti (Aktivis Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh dan PPRI)